KONTROVERSI AI DALAM KETERBATASAN KREATIVITAS
Aulia Sofia Nur Fadilah
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
email: [email protected]
Pesantren Mahasiswa KH Mas Mansur Universitas Muhammadiyah Surakarta
website: https://pesma.ums.ac.id
AI tanpa emosi dan motivasi mampu meniru proses kognitif kreatif manusia termasuk mahasiswa dan mahasantri dalam pembelajaran sehingga dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hak cipta. Padahal pembelajaran pada umumnya dan bahasa Indonesia pada khususnya diberikan dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa agar mampu mengungkapkan ideologi mereka secara kritis dan kreatif (Syamsuri et al., 2020). Analisis tersebut menunjukkan bahwa kesamaan antara kreativitas manusia dan AI, khususnya dalam struktur kognitif dapat menjadikan karya tersebut “asli” menurut standar yurisdiksi dan interpretasi undang-undang hak cipta yang berbeda (Mazzi & Fasciana, 2024).
Penerapan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dalam konteks keterbatasan kreativitas telah menciptakan sejumlah kontroversi. Meskipun AI telah dianggap sebagai alat yang luar biasa dalam menghasilkan karya-karya kreatif, beberapa orang berpendapat bahwa kehadirannya dapat membatasi ekspresi sehingga muncul pertanyaan mengenai implikasinya terhadap manusia. Salah satu isu yang muncul adalah penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam mengatasi keterbatasan kreativitas manusia pada mahasiswa dan mahasantri. Namun, kontroversi pun semakin klimaks seiring dengan penerapan teknologi ini dalam berbagai bidang termasuk seni, teknologi, dan pendidikan. Pendidikan tidak hanya sekadar produk, tetapi merupakan suatu proses di mana belajar mengajar menjadi cara untuk mendapatkan pengetahuan (Montenegro-Rueda et al., 2023).
Penerapan kecerdasan buatan dalam pendidikan telah menjadi topik hangat khususnya terkait potensi implikasi terhadap kreativitas. Meskipun AI telah mendapatkan banyak pujian karena kemampuannya dalam meningkatkan pembelajaran dan hasil pendidikan. Akan tetapi, beberapa pihak berpendapat bahwa AI juga dapat menghambat kreativitas dan membatasi kemampuan siswa/mahasiswa/mahasantri untuk berpikir kritis dan mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Kreativitas telah lama dianggap sebagai kekuatan inti yang membedakan antara manusia dengan kecerdasan mesin. Namun, seiring perkembangan zaman kecerdasan buatan mampu diinstruksikan untuk menciptakan karya-karya kreatif. Penerapan kecerdasan buatan dalam kreativitas menawarkan sejumlah manfaat. Pertama, AI dapat membantu mengatasi keterbatasan fisik, mental, dan pikiran manusia. Kedua, AI juga dapat membantu mengatasi keterbatasan waktu. AI dapat bekerja secara cepat, efisien, dan menghasilkan prototipe atau karya final dalam waktu yang lebih singkat.
Al dapat digunakan untuk mengotomatisasi tugas-tugas dan memberikan solusi terprogram yang dapat menyebabkan pendegradasian keterampilan pemecahan masalah kreatif di kalangan siswa/mahasiswa/mahasantri. Ketergantungan pada AI dalam mendapatkan jawaban dan solusi dapat menimbulkan penurunan keterampilan berpikir kritis, mandiri, dan mengembangkan ide-ide sehingga berpotensi membatasi kreativitas. Penggunaan AI dalam pendidikan juga dapat menyebabkan homogenisasi pemikiran dan kurangnya keragaman ide karena sistem AI dirancang untuk memberikan jawaban dan solusi standar. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya kreativitas dan inovasi karena siswa/mahasiswa/mahasantri tidak didorong untuk berpikir keras di luar kebiasaan dan mengembangkan perspektif unik mereka sendiri.
Selain itu, keterlibatan manusia dalam proses kreatif secara langsung menghasilkan koneksi emosional dan kebermaknaan dalam berkarya. Penulis sering menggunakan proses artistik untuk berbagi pengalaman hidup, berbicara tentang isu-isu secara pribadi, dan mengekspresikan diri melalui karya. Meskipun AI dapat menciptakan karya-karya yang meniru gaya manusia, ia mungkin kesulitan dalam mencapai tingkat kedalaman emosi dan keintiman yang muncul dari pengalaman secara apa adanya.
Meskipun terdapat dampak positif atas penggunaan kecerdasan buatan, penerapan Al dalam kreativitas juga menimbulkan sejumlah kontroversi dan tantangan. Salah satunya adalah masalah orisinalitas. Karya-karya yang dihasilkan oleh AI sering kali menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya menjadi “pencipta”nya? Apakah yang dihasilkan masih dapat disebut kreativitas manusia/produk teknologi/kolaborasi?
Selain itu, muncul juga kekhawatiran tentang pengaruhnya terhadap profesi manusia karena akan banyak pekerjaan yang berpotensi tergantikan oleh AI sehingga menimbulkan kekhawatiran eskalasi angka pengangguran di Indonesia. Bagaimana masyarakat dan pemerintah dapat mengakomodasi transformasi teknologi ini tanpa meninggalkan jutaan pekerja?
Tantangan lainnya termasuk keamanan dan privasi data. Penggunaan AI dalam kreativitas seringkali memerlukan akses terhadap data pribadi yang dapat menimbulkan risiko penyalahgunaan atau pelanggaran privasi. Selain itu, terdapat perdebatan etis tentang penggunaan AI dalam kreativitas. Misalnya, apakah kita harus memberikan kredit kepada pencipta asli ketika karya tersebut dihasilkan dengan bantuan AI? Bagaimana kita menangani konten yang dihasilkan oleh AI yang mungkin melanggar nilai-nilai atau norma-norma sosial tertentu?
Mengatasi kontroversi penerapan AI dalam kreativitas akan memerlukan pendekatan yang holistik. Ada beberapa pendekatan yang dapat diimplementasikan untuk menilai kreativitas. Pendekatan penilaian kreativitas yang dapat diaplikasikan meliputi tes/tugas berpikir kreatif/berpikir divergen, kuesioner laporan diri, produk kreatif dan pendekatan CAT, skala penilaian, nominasi guru, dan pendekatan kualitatif (Long et al., 2022). Selain itu, diperlukan dialog yang lebih mendalam antara para ahli dan pemangku kepentingan lainnya untuk memahami implikasi jangka panjang dari teknologi ini. Selanjutnya, perlu adanya regulasi yang sesuai untuk memastikan bahwa penggunaan AI dalam kreativitas tidak melanggar hak kekayaan intelektual atau mengancam keberlangsungan profesi manusia.
Pendidikan juga akan memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan ini. Perlunya upaya untuk melatih generasi masa depan tentang etika, implikasi penggunaan AI dalam kreativitas, dan memberikan keterampilan yang diperlukan untuk berkolaborasi dengan teknologi tersebut secara bijak. Kesadaran masyarakat tentang potensi dan risiko penerapan AI dalam kreativitas perlu ditingkatkan. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat akan lebih mampu mengadvokasi kebijakan dalam mempromosikan penggunaan AI.
Penerapan kecerdasan buatan dalam kreativitas telah membawa perubahan mendalam dalam berbagai bidang, membuka pintu untuk inovasi yang lebih cepat, solusi yang lebih efisien, tetapi tetap dapat diimplementasikan dengan tepat. Penting untuk mengenali keterbatasan kecerdasan buatan dalam kreativitas dan mengintegrasikannya dengan peran manusia dalam proses kreatif. Penggunaan AI dapat memperkaya proses kreatif dengan memberikan inspirasi dan dijadikan sebagai kecerdasan berbantuan, tetapi kehadiran manusia tetaplah penting dalam mengekspresikan makna, emosi, dan keunikan. Sebab hanya akal, hati, dan kecerdasan manusia yang memiliki ketiga hal tersebut. Namun, penting untuk mempertimbangkan dengan cermat implikasi penggunaan Al dalam keterbatasan kreativitas.
DAFTAR PUSTAKA
Long, H., Kerr, B. A., Emler, T. E., & Birdnow, M. (2022). A Critical Review of Assessments of Creativity in Education. Review of Research in Education, 46(1), 288–323. https://doi.org/10.3102/0091732X221084326
Mazzi, F., & Fasciana, S. (2024). Video kills the radio star: Copyright and the human versus artificial creativity war. The Journal of World Intellectual Property, 1–25. https://doi.org/10.1111/jwip.12304
Montenegro-Rueda, M., Fernández-Cerero, J., Fernández-Batanero, J. M., & López-Meneses, E. (2023). Impact of the Implementation of ChatGPT in Education: A Systematic Review. Computers, 12(8), 1–13. https://doi.org/10.3390/computers12080153
Syamsuri, A. S., Ishaq, I., & Chaeruman, U. A. (2020). Teacher certification education: A review competence of indonesian language and literature. Utopia y Praxis Latinoamericana, 25(Extra6), 303–313. https://doi.org/10.5281/zenodo.3987626